Membangun Profesionalisme Guru dan Kualitas Pendidikan: Analisis Mendalam tentang Peraturan Beban Kerja Guru di Indonesia

Opini2222 Dilihat

Dailykepri.com | Opini – Pendidikan merupakan pondasi utama bagi kemajuan sebuah bangsa. Sebagai garda terdepan dalam proses pendidikan, peran guru tidak dapat dipandang remeh. Kualitas pendidikan sebuah negara sangat tergantung pada profesionalisme, dedikasi, dan kualitas kerja para pendidiknya. Dalam konteks Indonesia, upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru serta kualitas pendidikan telah diwujudkan melalui berbagai kebijakan, termasuk peraturan tentang beban kerja guru.

Peraturan terkait beban kerja guru menjadi fokus utama dalam menentukan standar profesionalisme dan kualitas pendidikan di Indonesia.

Menindaklanjuti Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018, peraturan tersebut memberikan landasan yang jelas tentang peran serta beban kerja guru.

Tulisan ini akan membahas secara mendalam implikasi, ruang lingkup, dan dampak peraturan tersebut terhadap guru, lembaga pendidikan, dan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

1. Peran dan Tanggung Jawab Guru dalam Pendidikan

Pasal 1 Angka 1 dalam peraturan tersebut menetapkan guru sebagai pendidik profesional yang memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik. Selain mengajar, guru juga bertugas membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik di berbagai jenjang pendidikan formal. Peran guru sebagai garda terdepan dalam mencetak generasi masa depan yang berkualitas sangat ditekankan dalam peraturan ini.

Menurut pendapat penulis Pasal 1 Angka 1 dalam peraturan tersebut menegaskan peran sentral guru sebagai pendidik profesional dengan tanggung jawab utama dalam mendidik.

Ini mencerminkan pemahaman bahwa tugas guru tidak terbatas hanya pada mengajar, tetapi juga mencakup pembimbingan, pengarahan, pelatihan, penilaian, dan evaluasi peserta didik di berbagai jenjang pendidikan formal.

Pengakuan ini menunjukkan bahwa guru memainkan peran integral dalam pembentukan karakter dan kompetensi siswa, yang menjadi dasar bagi penciptaan generasi masa depan yang berkualitas.

2. Beban Kerja Guru: Waktu Kerja dan Istirahat

Pasal 2 mengatur mengenai beban kerja guru, yang ditetapkan selama 40 jam dalam satu minggu pada satuan administrasi pangkal. Waktu ini terdiri atas 37,5 jam kerja efektif dan 2,5 jam istirahat.

Pentingnya keseimbangan antara waktu kerja dan waktu istirahat bagi seorang guru menjadi sorotan dalam pasal ini.

Upaya untuk menjaga kesejahteraan dan produktivitas guru menjadi fokus utama. Namun, perlu diingat dalam Pasal ini juga mengatur bahwa sekolah dapat menambahkan jam istirahat jika diperlukan dan tanpa mengurangi jam kerja efektif yang telah ditentukan pada Ayat ( 3) Pasal tersebut.

Menurut pendapat penulis yang didapat dari hasil penelusuran dan tanya jawab dengan beberapa guru kebanyakan dari guru menyamakan arti dari jam beban kerja dengan jam tatap muka.

Hal ini tidaklah salah karena di dalam permendikbud ini tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa 1 jam yang dimaksud adalah 60 menit atau jam yang dimaksud adalah jam tatap muka yang di setiap tingkatan berbeda-beda misalnya SMA/SMK 1 jam tatap muka adalah 45 menit.

3. Pemenuhan Beban Kerja Guru melalui Kegiatan yang Relevan

Pasal 3 menekankan bahwa pemenuhan beban kerja guru harus dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang relevan dengan tugas-tugas mereka.

Hal ini memastikan bahwa guru dapat menjalankan tugasnya dengan efektif sambil menjaga kesejahteraan pribadi.

Pemahaman yang jelas tentang kegiatan yang mendukung pembelajaran menjadi kunci dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Menurut pendapat penulis perlu adanya kejelasan tentang porsi jam masing-masing beban kegiatan pokok yang dimaksud Pasal 3 Ayat (1) terutama huruf a, c, dan d. Karena, di sini tidak menjelaskan apakah selama berlangsungnya kegiatan pokok tersebut guru harus tetap berada di sekolahnya mengajar atau boleh ditempat yang lain, sebagai contoh huruf a mengenai perencanaan pembelajaran atau pembimbingan. apakah guru tersebut harus membuat perencanaan setiap hari ? apakah jika perencanaan tersebut sudah selesai maka porsi jam beban kerja dihilangkan ? apa jika tidak selesai boleh dilanjutkan di tempat lain selain sekolah satmikal ?

Contoh lain adalah huruf c misalnya guru mata pelajaran produktif di SMK yang membimbing peserta didik yang sedang berada di tempat magang atau praktik di luar sekolah. berapa jamkah porsinya untuk mengadakan bimbingan tersebut ? bisa saja waktu melebihi 8 jam dalam satu hari sehingga jika dihitung perminggu maka melebihi beban kerja yang diwajibkan kepadanya.

Contoh dan pertanyaan itu juga bisa diberlakukan untuk huruf d pada pasal tersebut

4. Pembelajaran yang Berkualitas: Jumlah Jam Tatap Muka

Pasal 4 menegaskan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru harus memenuhi minimal 24 jam tatap muka per minggu dan maksimal 40 jam tatap muka per minggu.

Ini menekankan pentingnya kualitas interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Jumlah jam tatap muka yang diatur memberikan arahan yang jelas terkait dengan waktu pembelajaran yang diperbolehkan.

Menurut penulis kebanyakan guru memilih dan menafsirkan jumlah jam tatap muka yang minimal yaitu 24 jam tatap muka. Karena, dengan melaksanakan jam tatap muka yang minimal tersebut tidaklah salah dan mereka memiliki waktu yang banyak untuk kegiatan lain yaitu membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik sehingga beban kerja 37,5 jam tercukupi ditambah 2,5 jam istirahat menjadi 40 jam, sedangkan kebanyakan kepala sekolah menafsirkan bahwa guru tersebut haruslah melaksanakan tatap muka selama 37,5 jam ditambah dengan 2,5 jam istirahat menjadi 40 jam (jika yang dimaksud adalah 1 jam adalah 60 menit).

Menurut penulis penafsiran keduanya tidak ada yang salah hanya saja ketika diterapkan beban kerja 40 jam tatap muka itu adalah 60 menit . Maka, yang terjadi adalah kelebihan beban mengajar karena 40 jam tatap muka ditambah 2,5 jam istirahat sudah lebih bukan ? belum lagi ditambah dengan tugas lain seperti tugas tambahan yang terdapat di Pasal 4 Ayat (7) selain beban mengajar.

Pasal 5 Ayat (1) yang memiliki ekuivalensi dengan 12 jam tatap huruf a sampai d dan Pasal 5 Ayat (2) 3 jam untuk tugas tambahan huruf e.

Hal ini bisa saja menimbulkan konsekuensi bahwa sekolah harus membayar kelebihan atas jumlah jam tatap muka tersebut. Kemudian, jika minimal 24 jam tidak menyalahi artinya tidak harus diberi beban kerja maksimal 40 jam tatap muka.

5. Dampak Positif terhadap Kualitas Pendidikan

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang kondusif bagi guru untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Serta memberikan dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Peraturan ini juga menjadi acuan bagi lembaga pendidikan dan pemerintah dalam mengatur kebijakan yang berkaitan dengan beban kerja guru.

Dengan demikian, diharapkan tercipta keseimbangan yang optimal antara profesionalisme guru dan kualitas pendidikan.

Baca Juga
Tunjangan Sertifikasi tetap Dibayar walaupun Guru Mengajar tidak Linier

6. Tantangan dan Langkah-Langkah Selanjutnya

Meskipun peraturan ini memiliki tujuan yang mulia, implementasinya tidaklah tanpa tantangan.

Beberapa lembaga pendidikan mungkin menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan standar baru, sementara beberapa guru mungkin memerlukan pelatihan tambahan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, langkah-langkah mendukung seperti pelatihan dan bimbingan perlu diselenggarakan untuk memastikan kesuksesan implementasi peraturan ini. dan menurut pendapat penulis perlu diadakannya sosialisasi kepada pihak-pihak yang diatur di dalam permendikbud ini supaya tidak terjadi multitafsir lagi di kemudian hari. Demikian. Wassalam.

Tulisan dikirim oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H. 
Pendidik Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III

Komentar