Dailykepri.com | Banyuasin – Program guru penggerak angkatan 8 telah berakhir yang ditandai dengan kegiatan lokarya 7 dan festival panen hasil belajar.
Kabupaten Banyuasin melaksanakan puncak kegiatan ini di SDN 12 Talang Kelapa Minggu (3/12/2023).
Acara berlangsung meriah dihadiri oleh para undangan yang berasal dari kelompok guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, praktisi pendidikan, anggota komunitas pendidikan, perwakilan dinas pendidikan dan dari Balai Guru Penggerak Provinsi Sumatera Selatan.
Diberitakan sebelumnya, peserta Program Guru Penggerak Kabupaten Banyuasin Angkatan 8 terdiri 23 Calon Guru Penggerak dengan lima orang Pendamping Praktek.
Dailykepri.com berkesempatan mewawancarai beberapa peserta dan pendamping praktek dan merangkum berbagai cerita menarik selama proses kegiatan dan pendampingan sebagai berikut.
Meri Kartikasari, S. Pd
Meri Kartikasari, S. Pd merupakan peserta termuda yang mengikuti Program Guru Penggerak angkatan 8 Kabupaten Banyuasin.
Meri yang bertugas di SMPN 4 Muara Sugihan Banyuasin, satu sekolah yang berlokasi di daerah perairan, hanya beberapa kilometer dari pinggir laut menuju Bangka ini menceritakan alasannya ikut program CGP
”Saya ikut CGP untuk menambah pengetahuan, wawasan di dunia pendidikan serta mendapatkan relasi dari rekan guru lainnya” jelas Meri.
Meri juga menceritakan hal-hal menarik yang didapatkan selama mengikuti kegiatan CGP yakni bisa belajar banyak hal terutama belajar menjadi peran dan nilai guru penggerak sebagai tranformasi pembelajaran, coach, pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin.
Sebagai seorang guru yang bertugas dibwilayah terpencil, dan sedang menjalani pendidikan S2, Meri juga bercerita tentang suka duka selama menjalani program CGP.
”Saya harus bisa membagi waktu dengan kegiatan mengajar di sekolah, lanjut studi S2 dan sinyal yang kadang terkendala ketika berada di tempat tugas, namun semua itu tetap membuat saya semakin semangat dan berupaya untuk tetap produktif”
Terakhir Meri menyampaikan harapannya setelah menyekesaikan program ini.
”Harapan saya setelah menyelesaikan kegiatan CGP ini saya akan mengimplementasikan semua yang telah dipelajari dari Pendidikan Guru Penggerak, selain itu semoga program Guru Penggerak ini terus berlanjut dan tetap mendapat apresiasi dari dinas pendidikan terkait dan sekolah.”
Perjuangan Seru Pendamping Praktik
Cerita seru pertama disampaikan oleh Pendamping Praktek dari SMKN 1 Rambutan, Evi Pebrianti, S. Si. Gr yang salah satu guru CGPnya berada di daerah Tungkal Ilir, Banyuasin.
Pada pendampingan pertamanya, Evi Pebrianti, tidak pernah membayangkan medan seru yang akan dia lalui.S
Setelah menghabiskan perjalanan sekitar 120 km dari sekolahnya menggunakan mobil, ternyata dia harus melanjutkan lagi perjalanan menggunakan motor karena medan yang akan dilewati tidak bisa dilewati dengan mobil.
Dijemput oleh guru CGP, Evi dibonceng sepeda motor menuju swkolah CGP. Jalan tanah yang jauh dari rata dan dikelilingi hutan sedikit membuat Evi was-was apalagi tatkala matanya melihat ular di sekitar jalan yang dilalui.
Namun CGP yang setiap hari menyaksikan pemandangan tersebut menyampaikan jika ular ituntidaknakan mengganggu.
”Jujur saya merinding melihatnya” jelas Evi sambil membentuk lingkaran yang menggambarkan ukuran ular tersebut.
Cerita menjadi lebih seru pada kunjungan terakhir. Evi menceritakan jika pada kunjungannya yang terakhir, walau sudah terbiasa melihat ular bergelantungan di pinggir jalan, namun kali ini Evi terpaksa harus berjalan sendirian di jalan sepi pimggir hutan dikarenakan motor yang mereka naiki mengalami pecah ban. Dan sang pengendara sudah berjalan menjauhinya sambil mensorong motor berusaha mencari tambal ban.
”Di tengah hutan begitu, mana ada tambal ban. Melihat manusia lewat saja jarang, kalau ular banyak. Saya merinding mas, takut jika tiba-tiba ada babi hutan atau harimau muncul, nggak kebayang saya mau ngapain” cerita Evi.
Lain Evi, lain lagi kisah serunya yang disampaikan Siti Nurjannah, S. Pd.
Kalau Evi berjuang melawan licinnya jalan darat, Siti justru harus beejibaku mekawan ombak karena sekolah tujuannya adalah sekolah yang berada dekat dengan laut, daerah perairan.yakni Muara Sugihan.
Berangkat dari sekolah asalnya, Penungguan, Siti harus kencangkan perut berjam-jam menahan hempasan ombak yang dilewati oleh sppedboat kecil yang terbuat dari kayu.
Bukan hanya ombak yang bikin perut Siti menciut, tetapi pemandangan di sekitar pinggiran sungai.
Jangan Lewatkan:
Tak jarang dia melihat sang raja muara asyik berjemur atau berenang.di sepanjang perjalanannya.
Tidak hanya sampai di situ, pernah satu kali, speedboat yang ditumpangi Siti, justru menuju ke laut besar.
Maklum jenis speedboat ini tidak ada yang menggunakan kompas , ditambah lagi tuada rambu penunjuk arah.
”Sempat salah arah sekitar lima belas menit. Saya bingung kok semakin lama, lautnya terasa semakin nyata, dan sisi pantai semakin jauh. Dan setelah berhenti sejenak, akhirnya kami memutar arah, sesuai dengan perkiraan sang sopir speedboat. Untung cepat sadar kalau kami salah arah, jika tidak tahu-tahu bisa saja kami sampai di Pulau Bangka” cerita Siti sambil tertawa. (*Red)
Komentar