Dailykepri.com | Batam – Kuasa Hukum PT. Energi Cipta Dana ( ECD ), Dorkas Lomi Nori, SH, MH dan Oktowisno Dobiki, SH, MH kembali melakukan upaya hukum terkait Kliennya yang mana BP Batam (Badan Pengusahaan Batam) tidak melakasanakan mekanisme sebagaimana adanya.
Putusan Mahkamah Agung R.I.,Nomor : 379 K/TUN/2021, Tanggal O5 Oktober 2021.
Adapun upaya hukum yang kami lakukan yakni, dalam bentuk PK (Peninjauan Kembali) dikarenakan kami mendapatkan salah satu bukti otentik yang kami kemas dalam kelalaian Hakim Mahkamah Agung, yang selanjutnya diajukan ke Mahkamah Agung untuk ditinjau kembali Perkara tersebut.
Dorkas Lomi Nori, SH, MH menilai jika perkara ini juga menyangkut dari kelalaian Hakim juga, sebagaimana dalam penguraiannya di tingkat ketiga (Kasasi) sepertinya tidak dilihat detail apa yang menjadi pokok persoalan karena di tingkat pertama saja sudah dibuktikan yang sebenarnya dari konteks yang seharusnya menurut surat edaran yang diberikan.
Pasalnya, pihak BP Batam mengatakan bahwa itu adalah sebagai Surat SPT (Surat Pemberitahuan) yang seharusnya berisi pemanggilan atas yang bersangkutan. Tetapi, isinya berbeda yakni “Surat Pencabutan Hak Atas Lahan”.
Pada saat persidangan hampir rampung, disitulah kami mendapatkan Nofum Baru, sehingga ditemukan kejanggalan daripada BP Batam itu sendiri, tentu ini juga berbicara pada Undang -undang dan Peraturan BP Batam itu sendiri, ujar Dorkas.
Adapun yang menyimpang yang merupakan kejanggalan daripada BP Batam, yakni :
Pertama, BP Batam memberikan surat SPT 1, 2 dan 3 dengan tanggapan tidak pernah dibangun. Jadi, BP Batam hanya fokus pada pembangunan saja, sementara penyebabnya ada pada BP Batam itu sendiri.
Kedua, PEMKO Batam terlambat mengeluarkan Surat Izin Bangun (IMB), artinya disini memperjelas adanya kekhilafan Hakim dalam menelaa tentang batas waktu yang dimaksud, yang mana dari IMB tersebut tidak melihat fakta-fakta di tingkat Pertama.
Ketiga, BP Batam mengeluarkan SPT tersebut dengan waktu yang sangat cepat sekali. Hal ini bisa juga dibuktikan dengan
Surat Peringatan Kesatu Nomor : B/2733/A3.4-A3.45/LH.02/4/2017 tanggal 26 April 2017,
Surat Peringatan Kedua Nomor : B/3820/A3.4/LH.02/6/2017 tanggal 19 Juni 2017,
Surat Peringatan Ketiga Nomor : B/551/A3/LH.02/8/2017, tanggal 09 Agustus 2017.
Seharusnya, SPT itu ada beberapa tahapan, dimulai dari Peringatan, Waktu atau MoU dan terakhir Pencabutan. Namun, BP Batam tidak melakukan hal tersebut tetap langsung dilakukan Pencabutan, bahkan tidak memberikan kesempatan kepada Klien kami, terang Dorkas.
Untuk diketahui, “PT ECD memiliki bukti kuat dan BP Batam tidak melaksanakan mekanisme pembatalan sesuai ayat 37 Peraturan Kepala Badan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Lahan”, jelas Dorkas.
“Kamipun telah mendatangi BP Batam secara baik dengan mempertanyakan ada apa dengan lahan klien kami yang telah Bersertifikat (Bukan PL) tersebut dilakukan Pencabutan Hak dengan waktu yang sangat singkat”?, tegas Dorkas.
“Bagaimana mungkin membangun dengan waktu yang ditentukan BP Batam itu, yakni hanya dengan waktu jeda 9 bulan dikeluarkannya Sertifikat dengan Izin IMB?, sementara PT ECD membangun dengan atfis pleaning di peruntukan Pabrik, bukan Kios atau Rumah Tinggal”, ujar Dorkas.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Oktowisno, SH, MH mengatakan dalam perkara gugatan ini bahwa PT ECD telah Menang sebagaimana telah disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang, Jl Ir Sutami No 03 Sekupang, Provinsi Kepulauan Riau.
“Ironisnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan sebaliknya. Namun bagaimanapun juga, kita tetap hormati keputusan tersebut, akan tetapi kami terus melakukan upaya Hukum, menggunakan hak hak klien kami sebagaimana dengan bukti Nofum yang kami dapatkan”, ungkap Okto.
“Bukan hanya kepentingan klien kami saja ya, tetapi ini menyangkut kepada para Investor lain baik di Daerah maupun Pusat, apalagi Kota Batam yang bisa dikatakan sangat dekat dengan Negara Tetangga”, lanjut Okto.
“Pemerintah Pusat saja sedang memberikan ruang besar-besaran kepada para investor, baik lokal maupun asing karena suatu Negara saja tidak bisa dikatakan maju tanpa adanya Swasta”, ujar Okto.
“Sudah seharusnya, Pemerintah memberikan kemudahan terhadap investor itu sendiri bukan mempersulit baik secara birokrasi, perizinan, maupun persyaratan lainnya yang menyangkut dengan aturan para Investor tersebut”, tutup Toni di akhir wawancara dengan awak media.
(Tim/S. Law)
Komentar