Peternakan Sawahlunto Punya Potensi Besar, Tapi Tersandung Jalan Rusak dan Bangunan Usang

Sumbar2551 Dilihat

Dailykepri.com | Sawahlunto – Kota Sawahlunto ternyata bukan cuma kaya sejarah dan tambang tua. Di balik kereta Mak Itam yang melegenda, kota kecil ini menyimpan potensi besar di sektor peternakan. Sayangnya, potensi itu belum bisa berkembang maksimal, bukan karena kurang semangat, tapi karena tersandung persoalan klasik: infrastruktur yang tak kunjung beres.

Hal ini terungkap dari pernyataan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian (Kementan RI), Nuryani Zainuddin, yang dilansir dari laman resmi Ditjen PKH Kementan RI, Rabu (9/7/2025), menyebut bahwa pelayanan kesehatan hewan dan pengolahan hasil ternak di Sawahlunto butuh perhatian serius, terutama dari sisi dukungan fisik dan anggaran.

Salah satu contoh paling mencolok adalah Rumah Potong Hewan (RPH) Ruminansia yang dibangun menggunakan APBN. RPH ini seharusnya bisa menjadi pusat pemotongan hewan modern yang mendukung ketahanan pangan dan produksi daging sehat di Sawahlunto.

Tapi kenyataannya? RPH tersebut belum bisa difungsikan karena akses jalan menuju lokasi rusak parah. Kendaraan pengangkut ternak pun tak bisa lewat.

“Sayang sekali, bangunannya sudah berdiri tapi tak bisa digunakan. Pemerintah daerah terkendala anggaran untuk memperbaiki jalannya. Kami berharap ada dukungan dari pusat, baik lewat DAK atau skema pembangunan jalan usaha tani,” ujar Nuryani.

Tak berhenti di situ, Wali Kota Sawahlunto, Riyanda Putra, yang didampingi Kadis KP3,Henni Purwaningsih ke Ditjen PKH Kementan RI, juga angkat suara soal kondisi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang berdiri sejak tahun 1988. Meski sudah tua dan rusak berat, Puskeswan ini tetap menjadi garda depan pelayanan kesehatan hewan dan bahkan pernah menyabet gelar terbaik tingkat nasional.

“Gedungnya rusak berat, tapi aktivitasnya luar biasa. Kami sangat berharap ada dukungan DAK dari pusat untuk perbaikan agar pelayanan bisa lebih maksimal,” kata Wako Riyanda.

Lebih jauh, Kementan juga menyoroti potensi pengembangan produk olahan daging dari Sawahlunto, seperti rendang khas yang mulai dilirik wisatawan, terutama dari Malaysia. Namun ekspor produk ini masih tertahan karena status penyakit mulut dan kuku (PMK) yang belum sepenuhnya pulih.

Selain itu, populasi kambing di Sawahlunto yang terus meningkat bisa menjadi modal penting jika ke depan Indonesia mulai mendorong pemotongan hewan qurban jemaah haji (Dam dan Hadyu) dilakukan di dalam negeri. Jika infrastrukturnya siap, RPH Sawahlunto bisa ambil bagian dalam peluang bernilai miliaran rupiah ini.

Potensi tanpa eksekusi hanya akan jadi cerita. Apa artinya punya RPH modern dan Puskeswan terbaik kalau akses jalan putus dan bangunannya nyaris ambruk?

Kementerian Pertanian menyatakan siap meninjau berbagai skema dukungan yang memungkinkan, agar potensi peternakan daerah seperti Sawahlunto tak hanya berhenti di wacana.

“Kita butuh sistem peternakan yang berkelanjutan. RPH dan Puskeswan bukan hanya fasilitas, tapi fondasi pelayanan publik dan ekonomi rakyat. Dukungan nyata harus segera diwujudkan,” tutup Nuryani.

Apakah pemerintah pusat akan benar-benar turun tangan? Masyarakat dan peternak Sawahlunto tentu menunggu lebih dari sekadar janji. Karena yang dibutuhkan bukan lagi rencana, tapi aksi nyata. (ris1)

Komentar