Presiden RI Joko Widodo telah memberikan arahan langsung mengenai pelarangan penggabungan media sosial dengan e-commerce. Hal ini dibahas dalam rapat terbatas yang digelar Senin (25/9). Pemerintah telah menyepakati revisi Permendag 50 Tahun 2020 yang meregulasi aturan main e-commerce di Indonesia.
Salah satu poin yang disepakati dalam revisi Permendag 50 Tahun 2020 ditandatangani (25/9) dan diumumkan Selasa (26/9) adalah melarang penggabungan media sosial dengan e-commerce.
Zulkifli menjelaskan, media sosial hanya boleh melakukan promosi barang atau jasa. Platform media sosial dilarang menyediakan fasilitas pembayaran dan transaksi jual-beli di dalam aplikasi.
“Tidak boleh transaksi langsung bayar langsung, tidak boleh lagi. Dia hanya untuk promosi seperti TV, tapi TV kan enggak bisa terima uang, kan dia semacam platform digital. Tugasnya mempromosikan,” kata dia.
Salah satu platform media sosial yang menyisipkan fitur perdagangan online adalah TikTok. Pengguna bisa melakukan transaksi jual-beli via TikTok Shop.
Sebelumnya, disebutkan bahwa TikTok Shop sudah memegang izin sebagai e-commerce di Indonesia. Namun, dengan adanya aturan baru tersebut, belum jelas bagaimana mekanisme bisnis TikTok Shop ke depannya di Indonesia.
Pantauan Dailykepri.com, hingga kini TikTok Shop masih bisa diakses di aplikasi TikTok.
Juru bicara TikTok Indonesia, seperti yang kami kutip dari cnbc Indonesia menjelaskan pihaknya menerima banyak keluhan dari penjual lokal. Mereka meminta kejelasan akan hadirnya peraturan tersebut
“Sejak diumumkan hari ini, kami menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terhadap peraturan yang baru,” kata Tiktok Indonesia spokeperson dalam keterangannya kepada CNBC Indonesia, Senin (25/9).
“Perlu kami tegaskan kembali bahwa social commerce lahir sebagai solusi bagi masalah nyata yang dihadapi UMKM untuk membantu mereka berkolaborasi dengan kreator lokal guna meningkatkan traffic ke toko online mereka,” ia menambahkan.
Tidak terbatas oada pelarangan di atas, Pemerintah juga akan mengatur penggunaan data dalam media sosial dan e-commerce. Aturan tersebut akan melarang menyatukan data dari dua platform.
Menurut Zulkifli, penyatuan data tersebut akan mencegah adanya penguasaan algoritma. Termasuk mencegah menggunakan data pribadi dalam rangka kepentingan bisnis.
“Jadi harus dipisah sehingga algoritmanya itu tidak semua dikuasai dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis,” kata Zulkifli.
Aturan tersebut juga mengatur mengenai produk impor yang masuk dalam positive list. Produk impor juga diwajibkan mengantongi sertifikasi halal untuk makanan serta BPOM bagi produk kecantikan, dan produk elektronik juga harus memiliki standar.
Lebih lanjut, Zulkifli juga mengatakan ada beberapa produk yang masuk ke negative list atau barang tidak kena pajak. Dalam hal ini, ada beberapa barang yang diimbau untuk tak diimpor dari luar negeri.
“Misalnya batik, buatan Indonesia. Di sini banyak kok masa harus impor. Kira-kira begitu,” kata dia.
Selain mengatur soal daftar barang kena pajak dan tak kena pajak, revisi Permendag 50 tahun 2020 juga akan menetapkan pagu barang impor.
Baca juga: Presiden Joko Widodo Instruksikan Pisahkan Platform Media Sosal dengan E-Commerce
Nasib Tik Tok Setelah Permendag 2023 disahkan. Berubah Atau Ditutup
“Yang terakhir, kalau impor, kita satu transaksi minimal US$ 100 (sekitar Rp 1,5 juta),” ia menuturkan.
“Kalau ada yang melanggar, seminggu ini tentu surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan. Setelah diperingatkan akan ditutup,” ia menjelaskan.(**)
Komentar