Defisit 8 Persen Lebih, APBD Sawahlunto Tertekan: Risiko Pemangkasan Layanan Publik Mengintai

Sumbar3296 Dilihat

Dailykepri.com | Sawahlunto – Kota Sawahlunto menghadapi tantangan fiskal serius. DPRD dan Pemerintah Kota memang telah menyepakati Perubahan KUA-PPAS 2025, namun di balik tanda tangan dan foto seremonial, tersimpan masalah yang bisa langsung dirasakan warga: defisit anggaran mencapai Rp48,2 miliar atau 8,26% dari total pendapatan daerah—lebih dari dua kali lipat batas maksimal 3,45% yang diatur Kementerian Keuangan.

Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPRD, Senin (11/8/2025), yang dipimpin Ketua DPRD Susi Haryati. Nota kesepahaman ditandatangani oleh Wali Kota Riyanda Putra bersama pimpinan DPRD lainnya, H. Jaswandi dan Elfia Rita Dewi.

Data Badan Anggaran DPRD yang dibacakan Revanda Utami Vininta menunjukkan penurunan pendapatan daerah sebesar Rp34,8 miliar, dari Rp618,3 miliar menjadi Rp583,5 miliar. Meskipun PAD naik tipis Rp263,7 juta, penurunan pendapatan transfer dari pusat membuat total penerimaan terjun bebas.

Belanja daerah juga dipangkas Rp7,8 miliar menjadi Rp631,7 miliar. Pemangkasan terbesar terjadi di belanja modal yang dikurangi Rp27,7 miliar, sementara belanja operasi dan transfer justru naik. Rasionalisasi ini berpotensi menghambat sejumlah proyek infrastruktur dan pengadaan fasilitas publik yang sudah direncanakan.

Riyanda berjanji defisit akan dibahas lebih lanjut saat penyusunan APBD Perubahan 2025, dengan fokus pada belanja esensial.

“Kami akan memprioritaskan program yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat,” tegasnya.

Namun, bagi warga, janji itu akan diuji oleh kenyataan: apakah sekolah tetap mendapat fasilitas memadai, puskesmas bisa beroperasi penuh, dan jalan-jalan yang rusak bisa diperbaiki tepat waktu—atau justru terhenti di tengah jalan akibat defisit yang begitu melebar.

Sementara itu Anggota Fraksi PAN – PKB, Doni Asta yang dihubungi secara terpisah usai Rapat Pleno mengingatkan, defisit sebesar ini hampir pasti akan berdampak langsung pada pelayanan dasar.

“Risikonya adalah pemangkasan anggaran di sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan perbaikan infrastruktur. Pemko harus berhati-hati agar tidak mengorbankan kepentingan masyarakat demi menutup defisit,” ujarnya. (Ris1)

Komentar