Sawahlunto Tagih Anggaran Infrastruktur Dasar, Andre Rosiade Janji Kawal ke Pusat

Headline, Sumbar3382 Dilihat

Dailykepri.com| Sawahlunto – Kota Sawahlunto kembali mengajukan sederet permintaan anggaran pembangunan kepada pemerintah provinsi dan pusat. Usulan itu disampaikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam rapat koordinasi kepala daerah se-Sumatera Barat bersama Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, H. Andre Rosiade, SE, di Hotel Saka Ombilin, Sabtu (6/9/25)

Daftar usulan bukanlah hal baru: pembenahan kawasan kuliner Silo, perbaikan jalan kota, normalisasi Batang Lunto, serta kebutuhan permesinan dan sistem penyediaan air minum (SPAM) PDAM. Hampir seluruhnya menyangkut infrastruktur dasar yang seharusnya sudah ditangani bertahun-tahun lalu.

Kawasan kuliner Silo, misalnya, yang sempat dijanjikan sebagai pusat ekonomi kreatif baru Sawahlunto, kini justru dikeluhkan pedagang. Drainase buruk, minimnya fasilitas air bersih, dan parkir yang semrawut membuat pengunjung enggan datang.

Begitu juga dengan PDAM. Permasalahan mesin tua dan keterbatasan kapasitas SPAM telah lama memicu keluhan warga soal distribusi air bersih. Meski menjadi kebutuhan pokok, masalah ini tak kunjung mendapat solusi permanen.

Normalisasi Batang Lunto pun sudah berkali-kali masuk dalam rencana pembangunan. Sungai yang menjadi nadi kota tambang itu terus memunculkan potensi banjir di musim hujan, sementara anggaran penanganannya selalu tersendat.

Pemko Sawahlunto melalui Wakil Walikota, Jeffry Hibatullah, mengakui keterbatasan anggaran daerah.

“Kami berharap dukungan penuh dari provinsi dan pusat agar Sawahlunto bisa mengejar ketertinggalan. Masalah yang kami ajukan adalah kebutuhan mendesak masyarakat,” kata Jeffry.

Andre Rosiade, yang memfasilitasi forum tersebut, berjanji mengawal aspirasi itu ke kementerian terkait.

“Jangan sampai Sawahlunto, kota warisan dunia yang punya potensi besar di sektor pariwisata dan ekonomi, justru terhambat hanya karena infrastruktur dasar yang terbengkalai,” ujarnya.

Namun, sejumlah pengamat menilai, forum rakor seperti ini kerap hanya menjadi ajang seremonial. Usulan daerah ditampung, tetapi implementasi di tingkat kementerian sering kali terhenti di meja birokrasi.

Kondisi Sawahlunto mencerminkan persoalan klasik tata kelola pembangunan di Sumatera Barat: proyek prioritas berulang kali diajukan, tetapi realisasi berjalan lambat. Sementara itu, masyarakat tetap menanggung dampak infrastruktur yang tak kunjung beres. (Ris1)

Komentar