Wartawan dan Seniman Satukan Empati Lewat Malam Sastra Sumatera Luka

Batam, Headline, Komunitas5811 Dilihat

Dailykepri.com | Sekupang – Batam menjadi saksi sebuah malam penuh rasa, ketika wartawan dan seniman berkumpul dalam Malam Sastra Sumatera Luka (MSSL). Acara yang digelar di Suratan Coffee & Resto pada Sabtu (6/12/2025) itu bukan sekadar pertemuan seni, melainkan ruang solidaritas.

Di balik lantunan puisi, tersimpan pesan empati dan kepedulian bagi korban banjir bandang serta longsor yang menimpa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Foto : Ketua panitia sekaligus Presiden Komunitas Rumahitam, Tarmizi saat membacakan puisi. (Foto: PWI Kepri)

Tarmizi, Presiden Komunitas Rumahitam sekaligus Ketua Panitia, tampil dengan puisi yang sarat kritik. Baginya, bencana bukan hanya soal alam, melainkan juga akibat kelalaian manusia dalam mengelola lingkungan.

“Tak ada puisi indah yang dapat lahir dari peristiwa itu selain kemarahan,” ucapnya lantang. Puisinya menyinggung “raja judi” dan “raja bengak” yang digambarkan berjudi di atas penderitaan rakyat, metafora tajam yang menggugah kesadaran.

Foto : Ketua PWI Provinsi Kepri Saibansah Dardani (Foto: PWI Kepri)

Kehadiran Ketua PWI Kepri, Saibansah Dardani, memberi bobot tersendiri. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini adalah wujud cinta dan kepedulian terhadap sesama. Malam itu, sejumlah tokoh masyarakat Aceh di Batam menyerahkan donasi, di antaranya pengusaha Dian Amri, Tengku Nasruddin, Putera Batubara, Rinaldi Samjaya, Susanna, Dedy Suwadha, serta warga Batam lainnya. Donasi tersebut menjadi simbol nyata bahwa puisi bisa menjadi jembatan solidaritas.

Ketua PWI Kota Batam, Muhammad Khafi, menambahkan bahwa malam sastra ini menjadi ruang bagi jurnalis untuk menyalurkan emosi. Banyak wartawan, katanya, tak kuasa menahan air mata ketika melihat kampung halaman atau kerabat mereka terdampak bencana.

Foto : Ketua PWI Kota Batam Muhammad Khavi (Foto: PWI Kepri)

Puisinya berjudul Batam Menandai Getir yang Sama dibacakan dengan penjiwaan mendalam oleh Saibansah, memperkuat nuansa haru yang menyelimuti ruangan.

Tak hanya wartawan dan seniman, masyarakat umum pun turut ambil bagian. Sanusi, Wakil Ketua Permasa Batam, yang berlatar belakang teknik, memberanikan diri membacakan puisi berjudul Wahai Lelaki Pemanggul Karung Beras. Meski bukan penyair, penampilannya cukup apik dan menambah warna dalam acara.

Malam itu, Batam seakan menjadi panggung kecil yang menyuarakan kepedulian besar. Puisi-puisi yang dibacakan bukan sekadar karya seni, melainkan jeritan hati, kritik sosial, dan doa untuk mereka yang kehilangan rumah, kampung, dan kerabat.

Malam Sastra Sumatera Luka membuktikan bahwa kata-kata bisa menjadi penggerak, dan solidaritas bisa lahir dari lantunan syair.

Komentar