Kepala SMP Negeri 26 Batam Alami Teror dari Pihak yang Mencatut Nama Pejabat Kejari Batam

Batam, Headline2405 Dilihat

Dailykepri.com | Batam – Kepala Sekolah SMP Negeri 26 Batam, Zefmon Prima Putri, kembali menghadapi tekanan setelah sebelumnya diterpa berbagai tudingan miring. Kali ini, ia mengaku mendapat teror dari seseorang yang mencatut nama pejabat Kejaksaan Negeri Batam.

Orang tak dikenal tersebut mengklaim dirinya sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KasiPidsus) Kejari Batam, Tohom Hasiholan. Melalui pesan WhatsApp, ia menghubungi Zefmon dengan menggunakan nomor tak dikenal dan bahkan berulang kali melakukan panggilan.

“Selamat malam Ibu Zefmon Prima Putri, apa kabar,” tulis pesan pertama yang diterima Zefmon. Tidak berhenti di situ, pelaku melanjutkan dengan menyatakan dirinya sebagai pejabat Kejari Batam.

Merasa janggal dengan pesan tersebut, Zefmon memilih untuk tidak merespons. Namun, pelaku terus menghubunginya sebanyak lima kali sebelum akhirnya menutup komunikasi dengan pesan bernada intimidasi.



Menanggapi insiden ini, Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, menegaskan bahwa pesan tersebut adalah upaya penipuan dan meminta agar tidak ditanggapi.

“Itu penipuan. Jangan ditanggapi,” ujarnya melalui pesan tertulis.

Hal senada juga disampaikan langsung oleh Tohom Hasiholan, pejabat yang namanya dicatut oleh pelaku. Ia memastikan bahwa nomor yang digunakan untuk menghubungi Zefmon bukanlah miliknya.

“Tidak perlu ditanggapi telepon dan WhatsApp dari nomor tersebut, karena nomor tersebut bukan nomor saya,” jawabnya melalui pesan singkat.

Sementara itu, hasil penelusuran melalui aplikasi Getcontact menunjukkan adanya label pada nomor pelaku dengan tulisan *”Tukang Tipu Ngaku Dari Naker Wkwkwk”*, yang semakin memperjelas bahwa aksi ini merupakan upaya penipuan.

Teror melalui pesan ini bukan pertama kalinya dialami oleh Zefmon. Ia menyebut telah beberapa kali didatangi oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan, yang mempertanyakan berbagai isu sensitif di sekolah yang dipimpinnya.

Beberapa isu yang sempat dilontarkan kepada dirinya antara lain dugaan penyimpangan Dana BOS, pungutan liar untuk pembangunan musala, denda buku perpustakaan, hingga tuduhan diskriminasi terhadap guru honorer.

Namun, Zefmon membantah seluruh tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pelaporan Dana BOS telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Sedangkan terkait pembangunan musala, ia menyatakan bahwa hal tersebut merupakan inisiatif masyarakat melalui Ketua RW dan bukan program sekolah.

Mengenai isu denda buku perpustakaan, Zefmon mengklarifikasi bahwa pihak sekolah hanya memfasilitasi penggantian buku yang rusak atau hilang sesuai aturan yang berlaku, dan bukan menjadikannya sebagai sumber pungutan liar.

Ia juga meluruskan tuduhan diskriminasi terhadap guru honorer. Menurutnya, keputusan tidak memberikan jam mengajar bagi sebagian guru honorer didasarkan pada ketidaksesuaian kompetensi dalam seleksi PPPK, bukan kebijakan sepihak dari sekolah.

Kasus ini semakin menguatkan pentingnya kewaspadaan terhadap berbagai bentuk intimidasi dan penipuan yang menyasar lembaga pendidikan. Aparat penegak hukum diharapkan dapat mengambil langkah proaktif untuk mengungkap pelaku di balik teror ini serta memberikan perlindungan kepada pihak yang menjadi sasaran tekanan dan ancaman.

Komentar