Eka Putra: “Tante Atitje Adalah Simbol Pelestarian Budaya dan Perjuangan”
Jakarta, Dailykepri.com — Tak semua perjuangan ditulis dengan pedang dan darah. Ada yang dirajut pelan-pelan lewat benang, warna, dan cinta — seperti yang dilakukan Puan Puti Reno Sativa Sutan Aswar, atau yang akrab disapa Tante Atitje.
Bupati Tanah Datar, Eka Putra, SE, MM, menyebut sosok itu bukan sekadar peneliti atau pengrajin songket, tapi simbol hidup dari perjuangan perempuan menjaga akar budaya. “Di Tanah Datar, kami memanggil beliau tante Atitje. Saya mengenal beliau sebagai seorang ibu, simbol pelestarian kebudayaan, dan simbol perjuangan,” ujar Eka Putra dalam peluncuran buku Salingka Benang Kehidupan Puan Puti Reno Sativa Sutan Aswar, di Museum Nasional, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Bagi Eka, buku yang diluncurkan itu bukan hanya catatan perjalanan hidup, melainkan kisah tentang dedikasi. “Tante Atitje tak hanya menyimpan dan meneliti tenunan serta songket, tapi juga turun gunung, keluar masuk kampung untuk merajut kembali benang-benang yang hampir putus,” tuturnya.
Acara tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti Titiek Soeharto, Ketua Himpunan Ratna Busana sekaligus Ketua Komisi IV DPR RI, Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Nuning Wahyuniati, Didit Hediprasetyo, Nina Akbar Tanjung, Kartini Sjahrir, dan banyak tokoh perempuan lainnya yang dikenal peduli budaya dan pemberdayaan masyarakat.
Eka bercerita, ia pernah menyaksikan sendiri bagaimana Tante Atitje menempuh perjalanan berat ke pelosok Tanah Datar, hanya untuk mengajarkan ibu-ibu dan anak-anak gadis cara menenun. “Beliau masuk ke hutan mencari pewarna alami, berjalan di jalan berbatu dan mendaki bukit, hanya untuk memastikan tradisi itu tetap hidup,” ujarnya penuh hormat.
Baginya, alat tenun di tangan Tante Atitje bukan sekadar kayu dan benang, tapi simbol cinta — cinta kepada kebudayaan, kepada perempuan, dan kepada warisan leluhur Nusantara.
“Kekuatan Tanah Datar adalah budayanya. Adat yang tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas,” tegas Eka. “Seni tradisi seperti tenun dan songket bukan hanya karya, tapi cermin nilai kehidupan yang harus diwariskan.”
Buku Salingka Benang Kehidupan, menurut Eka, merekam perjalanan panjang dan penuh makna — sebuah lingkar kehidupan (salingka) yang tak pernah putus. Ia berharap buku itu bisa dibaca oleh generasi muda, terutama pelajar di Tanah Datar. “Kami akan sebar buku ini ke sekolah-sekolah, agar anak muda tahu bahwa menjaga budaya adalah bentuk perjuangan yang tak kalah mulia,” ungkapnya.
Bupati Eka Putra menutup sambutannya dengan nada haru. “Bagi kami di Tanah Datar, Tante Atitje adalah jembatan antara tradisi dan masa depan. Dalam setiap helai tenun, ada kisah perjuangan perempuan. Dalam setiap kalimat, ada semangat menjaga nilai lama di dunia modern.”
Dengan mata yang berkaca, ia menambahkan, “Atas nama pemerintah dan masyarakat Tanah Datar, saya menyampaikan rasa bangga dan terima kasih tak terhingga atas dedikasi, ketulusan, dan cinta yang telah Tante Atitje titipkan bagi negeri ini.” (Ris1)
Komentar